Sejumlah warga Desa Cimaragas dan Karangsari Kec. Pangatikan, Garut, saat ini diketahui sering mencari gabah di lahan persawahan yang baru dipanen karena tidak punya uang untuk membeli beras. Selain itu, warga yang tergolong mampu pun sudah banyak yang mengurangi kebiasaan makannya, dari sehari dua kali menjadi satu kali.
Hal itu terjadi, antara lain sebagai dampak dari kemarau panjang yang terjadi selama ini. Akibat kemarau panjang itu, warga setempat yang umumnya petani tidak memiliki penghasilan, bahkan tak sedikit yang kehilangan mata pencahariannya. Akibatnya, beberapa warga setempat mengalami rawan daya beli. Di satu sisi, harga beras di Garut terus melangit.
“Masyarakat di sini memang mengalami rawan daya beli, Pak. Untuk memenuhi kebutuhan makannya, sekarang ini bahkan tak sedikit warga yang terpaksa mencari gabah di lahan orang yang baru dipanen,” kata Kades Karangsari Dayu Samsurizal didampingi Kaur Pemerintahan K. Supriyadi, Minggu (14/1).
Berdasar keterangan yang berhasil dikumpulkan “PR”, saat ini jumlah warga Karangsari yang mengalami rawan daya beli diketahui sebanyak 235 kepala keluarga atau 1.003 jiwa, sedangkan warga Cimaragas mencapai 2.000 orang. Mereka tersebar di sejumlah kampung dan umumnya merupakan petani gurem atau petani yang tidak memiliki lahan.
Menurut Dayu, akibat tidak adanya pekerjaan itu, beberapa warga tidak mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan makannya. Mereka semakin menderita lagi, karena harga beras di Karangsari dan Cimaragas melangit melebihi harga di kota yaitu Rp 5.600,00 per kilogram. Harga minyak tanah pun ikut-ikutan naik menjadi Rp 2.800,00 per liter.
Naik drastis
Sementara itu, di tengah keprihatinan ribuan warga, terbetik kabar bahwa penghasilan anggota DPRD Garut akan naik drastis apabila peraturan daerah (perda) tentang pelaksanaan PP No. 37 Tahun 2006 tentang protokoler dan keuangan DPRD di Garut disahkan. Kenaikan penghasilan tersebut bahkan dipastikan akan menyedot dana APBD Garut lebih dari Rp 7,3 miliar per tahun.
Hal itu diakui Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Garut Ust. Ahab Syihabuddin. “Bila perdanya sudah disahkan, penghasilan anggota dewan memang akan melonjak tajam,” katanya.
Menurut Syihabuddin, dengan berpatokan kepada PP No. 37 Tahun 2006 tersebut, Ketua DPRD Garut per bulan akan menerima penghasilan sebesar Rp 26,6 juta, Wakil Ketua Rp 20,6 juta, sedangkan anggota masing-masing Rp 13,5 juta. Penghasilan sebesar itu, dalam posisi belum dipotong pajak dan berasal dari pos komunikasi intensif dan dana operasional pimpinan.
Itu artinya, dalam setahun DPRD Garut akan menghabiskan dana sebesar Rp 7,3 miliar lebih dalam posisi belum dipotong pajak, karena jumlah anggota DPRD Garut saat ini sebanyak 45 orang. Angka sebesar itu merupakan hasil penjumlahan dari penghasilan unsur pimpinan dewan yang mencapai Rp 792 juta, serta 42 anggota yang mencapai Rp 6,542 miliar per tahun.
Menurut Syihabuddin, bila dilihat, lahirnya PP No. 37 tersebut memang akan menambah pos pendapatan bagi anggota dan pimpinan DPRD. Namun demikian, ia selaku pribadi kurang antusias. “Saya malu menerimanya,” ujarnya.